PENINGKATAN UNJUK KERJA SEKOLAH
A. PENINGKATAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH
Beberapa model penerapan teori dan konsep
manajemen partisipasi dan efektivitas
sekolah melalui pendekatan perilaku dengan melibatkan dimensi produksi,
kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan, dan
pengembangan, telah banyak dilakukan di
beberapa lembaga sekolah. Salah satu model penerapan teori tersebut dilakukan
oleh Platon School of Gary-Indiana (1980),
terkenal dengan konsep ”Gary Plan”.
Konsep
Gary Plan berbasis pendekatan manajemen ilmiah (scientific management) dari
Frederich Taylor
yang telah disempurnakan oleh Wirt (1911),
berfokus pada upaya peningkatan dimensi efisiensi dan
produktivitas dalam satu tindakan manajemen. Di samping itu, Gary Plan juga mengadopsi konsep John Dewey
melalui pendekatan pedagogicnya dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Sehingga yang dilakukan sekolah melalui konsep Gary Plan adalah sekolah
memasukan pelajaran ilmu alam, kesenian, musik, olah raga, dan pengetahuan teknologi/industri
secara simultan dalam kurikulum sekolah, dalam rangka peningkatan efisiensi
sekolah.
Karena itu, 600 sekolah yang menerapkan
konsep Gary Plan lalu mendesain banyak program pelatihan guru, penyediaan alat-alat/sarana dan ruang dan
lahan bermain untuk menunjang pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan laporan
Wirt (1911) dalam American School Board
Journal, disampaikan bahwa dampak yang dirasakan oleh sekolah, rata-rata
jumlah anak didik di setiap sekolah meningkat, dan kondisi tersebut mereduksi
biaya operasional per siswa ataupun biaya maintenance sekolah.
2. PENINGKATAN MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Model penerapan efektivitas sekolah, juga
dilakukan dengan mengembangkan paradigma baru kepemimpinan kepala sekolah.
Dalam pandangan manajemen klasik,
kepemimpinan kepala sekolah masih banyak dilakukan dengan style kepemimpinan birokrasi yang berbasis pada pandangan Teori Max
Weber dan dianut oleh Henry Fayod, Marry
Parter dan Chester Bernard. Dalam
perspektif birokrasi ala Weber, sekolah terdiri atas divisi dan subdivisi
dengan masing-masing diatur dalam struktur birokrasi, dengan pendekatan
rasionalitas dalam hal kompetensi, otoritas dan tanggung jawab.
Dengan pendekatan ini, kepala sekolah
sebagai pucuk tertinggi di sekolah akan
menjadi ’strong leader’ dengan
tanggung jawab yang luas. Kepala sekolah dituntut untuk mampu melakukan
identifikasi setiap permasalahan di sekolah, menganalis kasus, menyelesaikan
masalah, lalu membuat keputusan. Dalam rangka itu, akibatnya rata-rata kepala
sekolah akan menggunakan 60 % waktunya untuk melakukan pengawasan, dan hanya
tersisa 15 % waktunya untuk mengerjakaan tugas-tugas yang berhubungan dengan
dimensi produktivitas, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat
keunggulan, dan pengembangan sekolah.
Secara faktual, sesungguhnya tidak
realistik dalam tindakan manajemen seseorang harus melakukan pekerjaan
pengawasan untuk lebih dari 6-8 orang, atau menjalankan 3 sampai dengan 4
fungsi sekaligus dalam organisasi. Karena itu pendekatan manajemen klasik
seperti Teori Birokrasi ala Weber banyak
memiliki keterbatasan dalam membangun efektivitas sekolah.
Dalam rangka pengembangan efektivitas
sekolah, maka selain mengembalikan hal-hal yang lebih bersifat prioritas dari
fungsi kepala sekolah, yakni : 1) menetapkan tujuan (goal setting), 2) menyusun
perencanaan strategis (strategic planning), 3) membuat
keputusan (decession making) dan 4) melakukan evaluasi (evaluating), maka fungsi
kepala sekolah harus lebih dikembangkan pada hal-hal seperti : 1)
memberikan motivasi (motivating), 2) membina hubungan dengan ’key public relation’ (persatuan orang tua murid, masyarakat, stakeholder pendidikan, pengelola pendidikan
di wilyah, perguruan tinggi/lembaga riset, dll); serta 3) memberikan
keteladanan perilaku moral untuk membangun kredibilitas dan integritas.
C. PENINGKATAN INTERRELATIONSHIP SEKOLAH
Model penerapan efektivitas sekolah juga dilakukan
dengan pendekatan perilaku sebagamana dirujuk oleh Elton Mayo (1933) dari hasil
studi yang dilakukannya (Hawthorne Study).
Mayo menemukan bahwa
peningkatan produktivitas di tempat kerja bukan hanya ditentukan oleh
penyediaan peralatan yang berteknologi tinggi sebagai hasil inovasi, seperti
yang dikatakan oleh Frederich Taylor melalui temuannya dalam ’time
and motion study’, namun lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku manusia di
lingkungan pekerjaan. Produktivitas adalah produk dari psikologis dan
sosiopsikologis.
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran
Rensis Likeri (1961), yang menyatakan bahwa faktor sosiopsikologi
manusia yang muncul sebagai sikap
atau perilaku, yang berpengaruh
pada tingkat kepuasan di tempat kerja
akan memberikan dampak yang besar terhadap
pencapaian hasil kerja.
Pendekatan ini memandang bahwa produktivitas, efisiensi dan efektivitas
pekerjaan di tempat kerja akan dipengaruhi oleh hubungan kemanusiaan di
lingkungan kerja. Dalam konteks sekolah, maka hubungan itu dapat diterjemahkan
hubungan kemanusiaan antara kepala sekolah - para guru - karyawan – anak didik satu sama lain.
D. PENINGKATAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH
Model penerapan efektivitas sekolah dapat
dilakukan melalui menciptakan iklim organisasi sekolah dalam upaya meningkatkan
kualitas prestasi anak didik. Sebagaimana dirujuk dari hasil penelitian
Rosenholtz (1985), yang menyatakan bahwa kualitas prestasi anak didik di
sekolah dipengaruhi 32 % oleh iklim
organisasi sekolah yang ditentukan oleh struktur organiasi sekolah, gaya
kepemimpinan kepala sekolah, kultur organisasi sekolah. Dalam konteks ini,
efektivitas sekolah dipengaruhi oleh sejauh mana iklim organisasi sekolah dapat
membangun kolaborasi dan hubungan kolega antara kepala sekolah – guru –
karyawan dan anak didik, yang dapat membuka isolasi tradisional proses
pembelajaran di kelas, serta membangun
kebersamaan dan kesatuan dalam pencapaian prestasi anak didik. Efektivitas
sekolah adalah bagaimana menciptakan kolaborasi
dan hubungan kolega antara kepala sekolah – guru – karyawan dan anak didik,
sehingga terjadi : 1) a strong sense of
community, 2) a supportive community,
dan 3) a greater commitment dalam upaya mencapai prestasi anak didik.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan
Purkey dan Smith (1983) dan Brand (1987), bahwa indikator sebuah sekolah yang
sukses akan ditandai dengan : 1) a
good decession making process, 2) teacher-directed
classroom management, dan 3) a
supportive collegial interaction. Dan indikator dari sebuah sekolah yang
dikelola dengan baik ( a well-managed
school) antara lain : 1) prestasi anak didik dan persepsi guru, 2) budaya
kerja sama yang saling menguntunkan untuk mencapai harapan, 3) adanya kepercayaan
satu sama lain, 4) interaksi kerja seluruh komponen, 5) adanya
kerjasama/partisipasi dalam pengembangan
tujuan pembelajaran, kurikulum dan latihan/uji test.
E. PENINGKATAN PARTISIPASI GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sebagaimana disampaikan oleh California Commision on Teaching Profession
(1985), yang menyimpulkan hasil bahwa partisipasi dari para guru merupakan
faktor kunci dari manajemen sekolah, hal tersebut didukung oleh hasil-hasil
perkembangang penelitian tentang efektivitas sekolah dan bukti lapangan
terkumpul dalam bidang manajemen bisnis.
Mackenzie (1983) menyatakan bahwa sikap
antusias dalam mengimplementasikan
kurikulum, akan menjadikan
kurikulum terlaksana dengan baik. Karena itu, iklim pembelajaran di sekolah
sangat ditentukan oleh partisipasi guru, dan partisapasi guru tersebut banyak
memberikan perubahan besar dalam pembelajaran. Dengan bertambahnya perhatian
para guru yang memiliki konsern,
menjadikan implementasi pola-pola pembelajaran baru dan pengembangan kurikulum
di sekolah menjadi lebih efektif.
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada
DAFTAR
PUSTAKA
A.Qodri Azizy, 2007, Change
Management dalam Reformasi Birokrasi,
Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Fattah, Nanang, (2003), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung :
Remaja Rosdakarya
Hanif Nurcholis, 2007, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi
Daerah,
Jakarta: Grasindo.
Hikmat,Harry, 2006, Strategi
Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora
Utama Press.
Keith dan Girling, Education, Management and Participation,
London
:
Ally and Bacon
Komar, Oong,
2006, Filsafat Pendidikan Non-Formal, Bandung : Pustaka
Setia.
Kydd, Lesley, dkk., 2004, Professional
Development for Educational
Management, Jakarta : Grasindo.
Management, Jakarta : Grasindo.
Moekijat, 2002, Dasar-Dasar Motivasi, Bandung : Pionir Jaya.
Makmur, Syarif, 2008, Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia dan Efektivitas
Organisasi, Jakarta
: Raja Grafindo Persada.
Syafarudin, 2002,
Manajemen Mutu Terpadu Dalam
Pendidikan,
Jakarta: Grasindo.
Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R., 2003, Manajemen
Pendidikan Nasional : Kajian Pendidikan Masa
Depan, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Depan, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar