HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN
Rasa ingin tahu manusia merupakan tabiat manusia yang
paling hakiki. Tabiat ingin tahu manusia terhadap sesuatu tersebut didorong
oleh anugerah tertinggi dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah Yang Maha Kuasa,
yang telah melengkapi manusia dengan ’akal pikiran’ . Dengan ’akal pikiran’ itu
eksitensi manusia mendapat pengakuan, seperti dinyatakan oleh salah satu Ahli Filsafat
Modern, Rene Descartes : ”Cogito Ergo Sum” atau ”kalau aku berpikir, maka aku ada”.
Rene Descartes |
Burhan Bungin (2007 : 2) mengatakan :
”Sebagai produk berpikir, rasa ingin tahu tak kunjung berhenti merasuk jiwa
manusia. Setelah terpenuhi suatu kebutuhan ingin tahu, timbul kebutuhan ingin
tahu yang lainnya. Hal ini memaksakan
manusia terus berpikir dan terus menjawab rasa ingin tahunya. Akibatnya
muncul berbagai ragam pikiran dan rasa ingin tahu dan sebagai hasilnya
berkembang berbagai macam pengetahuan.”
Selanjutnya
Burhan Bungin juga mengatakan :
”Dari hasil olah pikirannya, manusia semakin mengerti tentang diri dan
dunianya. Ini berarti bahwa pengetahuan tidak saja meningkatkan apresiasi
manusia tentang apa yang dimauinya, tetapi juga serempak membuka mata manusia
lebar-lebar terhadap berbagai kekurangnya, karena ilmu pengetahuan bukan
jawaban satu-satunya terhadap dorongan
ingin tahu manusia. ”
Hal tersebut mendapatkan jawaban dari J.S. Suriasumantri (dalam Burhan Bungin,
2007 : 2), sebagai berikut : ”Karena manusia tidak mengerti hakikat ilmu yang
sebenarnya.” Sebagai makhkuk ciptaan Tuhan, manusia harus menyadari dirinya
diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Sang Penciptanya saja, sehingga
sesungguhnya harus dapat tampil di tengah-tengah sisi pandang ilmu pengetahuan
yang tidak bertepi.
Bahkan Albert Einstein (1879-1917), seorang teoritikus besar ilmu alam mengatakan
: ”Merupakan bukti bahwa ilmu bukan satu-satunya cara mencapai apa yang
dinamakan kebenaran. Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah
lumpuh.” Kesadaran Albert Einstein terhadap relativitas kebenaran ilmu
pengetahuan telah mempertegas pemahaman manusia terhadap janji Allah mengenai
derajat manusia, yaitu manusia berilmu, beramal, dan beriman.
Albert Einstein |
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka Burhan Bungin
(2007:2) menegaskan :
”Karena kebenaran tidak hanya diperoleh dari ilmu pengetahuan saja, yang
juga berarti bahwa ilmu pengetahuan tidak sedikit andil terhadap kebenaran. Namun bukan jalan satu-satunya untuk itu. Masih ada jalan lain yaitu : agama, filsafat, seni dan sebagainya,
adalah sejawat ilmu pengetahuan dalam menuju kebenaran.”
DAFTAR PUSTAKA
A. Wiramihardja,
Sutardjo, 2007, Pengantar Filsafat
(Sistematika Filsafat, Sejarah
Filsafat,
Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemokogi), Metafisika dan Filsafat
Manusia, Aksiologi), Bandung: Refika Aditama.
Burhan Bungin, 2007, Penelitian
Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Louis Leahy, 2001, Siapakah
Manusia ? (Sintesis, Filosofis tentang Manusia),
Pustaka Filsafat, Yogjakarta: Kanisius.
Pustaka Filsafat, Yogjakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar