HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT
Dalam pandangan Albert Eintstein dan diikuti oleh Burhan Bungin, bahwa ilmu pengetahuan
bukan satu-satunya jalan untuk mengungkapkan kebenaran. Melalui filsafat juga akan dapat diungkapkan kebenaran, selain tentunya melalui agama dan
seni.
Plato |
Para Ahli Filsafat Kuno, di antaranya Plato (427-347 SM) menyatakan
bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang
murni; dan Aristoteles (380-322 SM) mendefinsikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran. Karenanya, seperti dikatakan Sutardjo A. Wiramihardja (2007 : 91) :
Aristoteles |
Rene Descartes |
Immuel Kant |
Karena itu Hasbullah Bakri (dalam Sutardjo A. Wiramihardja, 2007 : 11) merumuskan definisi filsafat sebagai berikut :
”Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta, dan
manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat ilmu
filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia
setelah mencapai pengetahuan itu”.
Dengan pertimbangan itu, maka untuk
menggali pengetahuan tentang makhluk ciptaan Tuhan yang dinamamakan ’manusia’, dapat menggunakan pendekatan filsafat, dan dipilihlah Filsafat Manusia sebagaimana
dikupas olah Louis Leahy (2001) dalam pustaka filsafat ”Siapakah
Manusia?"
Filsafat manusia adalah bagian filsafat yang mengupas apa
arti manusia filsafat manusia
mengungkapkan sebaik mungkin apakah sebenarnya makhuk yang disebut ”manusia”.
Istilah filsafat manusia diterjemahkan dari istilah antropologi filosofis (dalam bahasa Yunani anthropos berarti manusia), yang
menggali, memperdalam dan memperkaya pengetahuan tentang manusia dengan
memandang manusia sebagai kesatuan roh dan badan, atau jiwa dan daging.
Hal tersebut seperti yang digambarkan oleh Rene Descartes,
bahwa manusia terbentuk dari badan dan
jiwa sebagai dua substansi yang lengkap masing-masing.
Edmund Hussler |
Merleau Ponty |
Tradisi pemikiran filsafat Plato yang humanistis dan
idealistis ini juga banyak mengilhami pemikiran Immanuel Kant yang berfaham
kritisme maupun Hegel yang idealisme tentang dunia ide. Selanjutnya,
pemikiran-pemikiran tersebut melahirkan atau menjadi akar tradisi paradigma
fenomenologi dalam penelitian sosial yang dikenal sebagai paradigma penelitian
sosial kualitatif,
Lois Leahy, SJ |
Selain itu, ada
juga pertentangan pendapat antara Rene Descartes, yang mengatakan bahwa
kebebasan manusia mirip dengan kebebasan Tuhan, sebaliknya Voltaire mengatakan
bahwa manusia tidak berbeda secara esensial dengan binatang-binatang yang
paling tinggi; seperti juga pendapat antara Hobbes yang mengatakan bahwa
manusia dalam daya geraknya bersifat agresif dan jahat, dan ditentang oleh
Rousseau yang mengatakan sebaliknya bahwa manusia itu baik dalam kodratnya.
Namun, disamping temuan adanya keragu-raguan dan
pertentangan-pertentangan itu, filsafat
manusia dalam pandangan Louis Leahy (2001:20-21) juga dapat menjelaskan adanya
suatu watak-sifat manusia, yang merupakan kumpulan corak dan suatu rangkaian
bentuk dinamis yang memiliki kekhasan bagi manusia. Dengan adanya watak-sifat
manusia, memungkinkan manusia dapat dibedakan dengan makhuk-makhuk lainnya.
Tanpa adanya watak-sifat yang dimiliki manusia, filsafat dan setiap ilmu
pengetahuan tentang manusia tidak mungkin akan berjalan.
Namun, menurut Lois Leahy yang paling sulit adalah
membedakan kategori watak-sifat manusia, mana yang menjadi sifat dasar manusia
dan mana yang menjadi sifat skunder; atau dengan kata lain mana watak-sifat
yang harus selalu ada pada setiap manusia, dan mana watak-sifat yang hanya ada
pada manusia tertentu saja.
Dengan mempertimbangkan pendapat para antropologi bahwa
apa yang oleh orang Eropa atau orang Amerika dianggap tanpa ragu-ragu sebagai
ciri khas kelakuan manusia, namun tidaklah selalu demikian menurut pandangan
dan pendapat orang Afrika dan Asia, maka
harus dipertimbangkan penegasan
Louis Leahy (2001: 21) ini yang
mengatakan :
”Di antara orang-orang dari
kebudayaan yang sama tidaklah selalu mudah untuk menyesuaikan pendapat tentang
apa yang normal dan apa yang tidak normal, tentang apa yang bermoral dan apa
yang tidak; karenanya watak-sifat manusia sangatlah kompleks, fleksibel dan
dipengaruhi oleh daya perkembangan, tidak mewujudkan sekaligus segala
kemampuannya, dan tidak mewujudkan diri di mana-mana dengan cara yang sama.”
Lebih jauh Louis Leahly (2001:21) mengatakan tentang watak-sifat manusia sebagai berikut:
Lebih jauh Louis Leahly (2001:21) mengatakan tentang watak-sifat manusia sebagai berikut:
”Mungkin ada variasi-variasi tanpa henti berdasarkan waktu dan lingkungan,
adat kebiasaan, serta keadaan-keadaan setempat, namun variasi-variasi yang kadang-kadang
begitu bertentangan atau mengherankan
hanya dapat tampak sebagai variasi, kerena timbul pada suatu dasar umum, yang
oleh para ahli antropologi sendiri tanpa ragu-ragu diakui adanya.”
Clyde Kluckhohn |
DAFTAR PUSTAKA
A. Wiramihardja,
Sutardjo, 2007, Pengantar Filsafat
(Sistematika Filsafat,
Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemokogi), Metafisika
dan Filsafat Manusia, Aksiologi), Bandung: Refika Aditama.
Louis Leahy, 2001, Siapakah Manusia ? (Sintesis, Filosofis tentang Manusia),
Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemokogi), Metafisika
dan Filsafat Manusia, Aksiologi), Bandung: Refika Aditama.
Louis Leahy, 2001, Siapakah Manusia ? (Sintesis, Filosofis tentang Manusia),
Pustaka Filsafat, Yogjakarta: Kanisius.
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2007, Teori Kepribadian, Bandung :
UPI-
Bandung dan Remaja
Rosdakarya.
Yves Brunsvick dan Andre Danzin, 2005, Lahirnya
Sebuah Peradaban,
Yogjakarta : Kanisius.
Yogjakarta : Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar