PADA ERA OTONOMI DAERAH
A. IDE DAN PEMIKIRAN
Paradigma manjemen perubahan (change management) secara formal dalam
aspek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dilaksanakan
berlandasaskan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999, serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai revisi atas
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Dengan hadirnya kedua UU tersebut, pada
tataran aplikasi, kebijakan otonomi daerah diberlakukan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan salah satu asasnya desentralisasi, yang
membawa perubahan secara radikal dan mendasar praktek-praktek penyelenggaraan
sistem pemerintahan daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan.
Pengelolaan pendidikan di tanah air, dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa senantiasa diarahkan pada upaya pembangunan SDM yang berkualitas, unggul dan
berdaya saing global. Selanjutnya, penyelenggaraan pembangunan SDM tersebut, sesuai
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dilakukan melalui jalur
pendidikan formal, non-formal, dan informal.
Sesuai UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional itu pula, fungsi pendidikan nasional diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa, dengan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawqa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab; dapat diwujudkan.
Pendidikan merupakan salah satu bidang
yang disentralisasikan ke daerah (Kabupaten/Kota), sehingga secara legal telah
menjadi kewenangan pemerintah daerah. Kabupaten/Kota memiliki kewenangan penuh
dalam mengelola dan menyelenggarakan pembangunan pendidikan. Pengelolaan
pendidikan tidak lagi menjadi dominasi Pemerintah Pusat, namun dengan
desentralisasi pendidikan, telah bergeser menjadi kewenangan Kabupaten/Kota.
Dengan paradigma otonomi daerah tersebut,
maka telah membuka peluang yang sangat besar bagi masyarakat di untuk lebih
meningkatkan peran dan partisipasinya dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam
jalur pendidikan formal, di Kabupaten/Kota, lembaga sekolah merupakan satuan
pendidikan yang memiliki fungsi dan
peran yang sangat strategis. Sebagai institusi pendidikan, sekolah terdiri atas
beberapa satuan pendidikan mulai dari jenjang pendikan dasar, yakni SD/MI dan
SMP/MTs , atau pun pendidikan menengah
yakni SMA/MA dan SMK.
Untuk mendukung penyelenggaraan peran dan
partisipasinya dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam rangka
desentralisasi pendidikan ke Kabupaten/Kota, maka melalui Keputusan Menteri
Pendidikan No. 044/U/2002 tanggal 2
April 2002 telah ditetapkan pembentukan Dewan Pendidikan di Kabupaten/Kota dan
Komite Sekolah di setiap sekolah. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah,
merupakan lembaga representatif ”stakeholders”
pendidikan di Kabupaten/Kota dan Sekolah yang mewakili peran serta dan
partisipasi masyarakat.
Dewan
Pendidikan berkedudukan di Kabupaten/Kota, berfungsi sebagai mitra Pemerintah
Kota atau Kabupaten untuk memajukan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu di
Kabupaten/Kota, melalui pemberdayaan peran serta dan partisipasi stakeholders
pendidikan. Sesuai dengan sistem pemerintahan daerah yang diatur menurut UU
yang berlaku, maka Dewan Pendidikan juga dibentuk Provinsi, dengan peran dan
fungsi yang hampir sama dengan Dewan Pendidikan di Kabupaten/Kota.
Pada level sekolah, Komite Sekolah yang
merupakan mitra Kepala Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing
menjalankan fungsi-fungsi dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Penyelenggaraan
Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah, bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah, melalui peran serta dan partisipasi aktif dari
masyarakat dalam Komite Sekolah.
Dengan adanya Komite Sekolah, diharapkan
dapat dibangun kemandirian, dan otonomi sekolah dalam rangka peningkatan mutu
sekolah, dengan prinsip-prinsip ’power
sharing’, profesionalisme, transparansi, akuntabilitas. Berdasarkan penyelenggaraan
MBS, Kepala Sekolah secara lebih mandiri dan profesional bersama-sama para guru
dapat lebih memfokuskan diri pada program-program pengembangan/peningkatan mutu pembelajaran di sekolah (learning process); sedang Komite
Sekolah, lebih memfokuskan pada program-program pemberdayaan dan penggalian
sumber daya dan pemberdayaan masyarakat (empowerment)
untuk pengembangan/peningkatan mutu sekolah.
B. GAGASAN SEBAGAI LANGKAH AKSI
- Pada level organizational sekolah, dalam rangka Penerapan Manajemen Partisipasi dalam rangka Efektivitas Sekolah, sangat disarankan dilakukan penyusunan Rencana Aksi (Action Plan) tahunan sekolah dengan melibatkan kepala sekolah, dan para guru guru, sehingga akan tumbuh kebersamaan, budaya partisipasi dan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi terhadap penyelenggaraan program-program sekolah.
- Pada level manajemen sekolah, dalam rangka membangun budaya sekolah dan iklim sekolah yang kondusif harus dibangun budaya komunikasi dan informasi yang intensif dan harmonis antara kepala sekolah - para guru dan para karyawan, dengan prinsip-prinsip transparasi dan akuntabilitas, melalui pertemuan-pertemuan yang periodik dan terjadwal, dengan agenda membicarakan upaya-upaya untuk memajukan sekolah.
- Pada level operasional sekolah, sangat disarankan dilakukan program-program pendidikan dan pelatihan bagi para guru dan karyawan dengan maksud untuk peningkatan kompetensi, pengetahuan, ketrampilan, kemandirian serta profesionalisme para guru, dan karyawan sekolah. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan dan pembuatan pedoman-pedoman yang mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah, dan penggunaan sumber-sumber daya sekolah : SDM, material, keuangan, sarana-prasaran, dll.
- Untuk membangun dan meningkatkan kultur mutu atau budaya mutu dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, hendaknya pada semua level, terus menerus disosialisasikan upaya-upaya penerapan Proses Perencanaan Strategik (Strategic Planning Process) dan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), pada semua aktivitas pelayanan pendidikan di sekolah.
Gagasan ini dapat memberikan inspirasi untuk memajukan pendidikan melaui organisasi pengelola pendidikan seperti Dinas Pendidikan di Kota dan Kabupaten di Jawa Barat dan tentunya juga di Provinsi Jawa Barat.
BalasHapus