Dinas Pendidikan Jawa Barat

Dinas Pendidikan Jawa Barat

Selasa, 18 Februari 2014

PENINGKATAN UNJUK KERJA SEKOLAH




PENINGKATAN UNJUK KERJA   SEKOLAH   


A. PENINGKATAN EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH  

Beberapa model penerapan teori dan konsep manajemen partisipasi dan  efektivitas sekolah melalui pendekatan perilaku dengan melibatkan dimensi produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan, dan pengembangan,  telah banyak dilakukan di beberapa lembaga sekolah. Salah satu model penerapan teori tersebut dilakukan oleh Platon School of Gary-Indiana (1980),  terkenal dengan konsep ”Gary Plan”.  

Konsep Gary Plan berbasis pendekatan manajemen ilmiah (scientific management)  dari Frederich Taylor yang telah disempurnakan oleh Wirt (1911),   berfokus pada upaya  peningkatan dimensi efisiensi dan produktivitas dalam satu tindakan manajemen.  Di samping itu,  Gary Plan juga mengadopsi konsep John Dewey melalui pendekatan pedagogicnya dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Sehingga yang dilakukan sekolah  melalui konsep Gary Plan adalah sekolah memasukan pelajaran ilmu alam, kesenian, musik, olah raga, dan pengetahuan teknologi/industri secara simultan dalam kurikulum sekolah, dalam rangka peningkatan efisiensi sekolah. 

Karena itu, 600 sekolah yang menerapkan konsep Gary Plan lalu mendesain banyak program pelatihan guru,  penyediaan alat-alat/sarana dan ruang dan lahan  bermain untuk menunjang  pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan laporan Wirt (1911) dalam American School Board Journal, disampaikan bahwa dampak yang dirasakan oleh sekolah, rata-rata jumlah anak didik di setiap sekolah meningkat, dan kondisi tersebut mereduksi biaya operasional per siswa ataupun biaya maintenance sekolah.


2. PENINGKATAN   MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN  KEPALA SEKOLAH 

Model penerapan efektivitas sekolah, juga dilakukan dengan mengembangkan paradigma baru kepemimpinan kepala sekolah. Dalam pandangan  manajemen klasik, kepemimpinan kepala sekolah masih banyak dilakukan dengan style kepemimpinan birokrasi yang berbasis pada pandangan Teori Max Weber  dan dianut oleh Henry Fayod, Marry Parter dan Chester Bernard.  Dalam perspektif birokrasi ala Weber, sekolah terdiri atas divisi dan subdivisi dengan masing-masing diatur dalam struktur birokrasi, dengan pendekatan rasionalitas dalam hal kompetensi, otoritas dan tanggung jawab.  

Dengan pendekatan ini, kepala sekolah sebagai pucuk  tertinggi di sekolah akan menjadi ’strong leader’ dengan tanggung jawab yang luas. Kepala sekolah dituntut untuk mampu melakukan identifikasi setiap permasalahan di sekolah, menganalis kasus, menyelesaikan masalah, lalu  membuat keputusan.  Dalam rangka itu, akibatnya rata-rata kepala sekolah akan menggunakan 60 % waktunya untuk melakukan pengawasan, dan hanya tersisa 15 % waktunya untuk mengerjakaan tugas-tugas yang berhubungan dengan dimensi produktivitas, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan, dan pengembangan sekolah.

Secara faktual, sesungguhnya tidak realistik dalam tindakan manajemen seseorang harus melakukan pekerjaan pengawasan untuk lebih dari 6-8 orang, atau menjalankan 3 sampai dengan 4 fungsi sekaligus dalam organisasi. Karena itu pendekatan manajemen klasik seperti Teori Birokrasi ala Weber  banyak memiliki keterbatasan dalam membangun efektivitas sekolah. 

Dalam rangka pengembangan efektivitas sekolah, maka selain mengembalikan hal-hal yang lebih bersifat prioritas dari fungsi kepala sekolah, yakni : 1) menetapkan tujuan (goal setting), 2) menyusun  perencanaan strategis  (strategic planning), 3) membuat keputusan (decession making) dan  4) melakukan evaluasi (evaluating), maka  fungsi kepala sekolah harus lebih dikembangkan pada hal-hal seperti : 1) memberikan  motivasi (motivating),  2) membina hubungan dengan ’key public relation’ (persatuan  orang tua murid, masyarakat,  stakeholder pendidikan, pengelola pendidikan di wilyah, perguruan tinggi/lembaga riset, dll); serta 3) memberikan keteladanan perilaku moral untuk membangun kredibilitas dan integritas.

C. PENINGKATAN INTERRELATIONSHIP SEKOLAH  

Model penerapan efektivitas sekolah juga dilakukan dengan pendekatan perilaku sebagamana dirujuk oleh Elton Mayo (1933) dari hasil studi yang dilakukannya (Hawthorne Study). Mayo menemukan bahwa peningkatan produktivitas di tempat kerja bukan hanya ditentukan oleh penyediaan peralatan yang berteknologi tinggi sebagai hasil inovasi, seperti yang dikatakan oleh Frederich Taylor melalui temuannya dalam  ’time and motion study’, namun lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku manusia di lingkungan pekerjaan. Produktivitas adalah produk dari psikologis dan sosiopsikologis.

Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Rensis Likeri (1961), yang menyatakan bahwa faktor  sosiopsikologi manusia yang muncul sebagai  sikap atau  perilaku, yang berpengaruh pada  tingkat kepuasan di tempat kerja akan memberikan dampak yang besar terhadap  pencapaian  hasil kerja. Pendekatan ini memandang bahwa produktivitas, efisiensi dan efektivitas pekerjaan di tempat kerja akan dipengaruhi oleh hubungan kemanusiaan di lingkungan kerja. Dalam konteks sekolah, maka hubungan itu dapat diterjemahkan hubungan kemanusiaan antara kepala sekolah - para guru -  karyawan – anak didik satu sama lain.  

D. PENINGKATAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH 

Model penerapan efektivitas sekolah dapat dilakukan melalui menciptakan iklim organisasi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas prestasi anak didik. Sebagaimana dirujuk dari hasil penelitian Rosenholtz (1985), yang menyatakan bahwa kualitas prestasi anak didik di sekolah dipengaruhi 32 % oleh  iklim organisasi sekolah yang ditentukan oleh struktur organiasi sekolah, gaya kepemimpinan kepala sekolah, kultur organisasi sekolah. Dalam konteks ini, efektivitas sekolah dipengaruhi oleh sejauh mana iklim organisasi sekolah dapat membangun kolaborasi dan hubungan kolega antara kepala sekolah – guru – karyawan dan anak didik, yang dapat membuka isolasi tradisional proses pembelajaran  di kelas, serta membangun kebersamaan dan kesatuan dalam pencapaian prestasi anak didik. Efektivitas sekolah adalah bagaimana menciptakan  kolaborasi dan hubungan kolega antara kepala sekolah – guru – karyawan dan anak didik, sehingga terjadi : 1) a strong sense of community, 2) a supportive community, dan 3) a greater commitment  dalam upaya mencapai prestasi anak didik.

Hal tersebut sejalan dengan pandangan Purkey dan Smith (1983) dan Brand (1987), bahwa indikator sebuah sekolah yang sukses akan ditandai dengan : 1)           a good decession making process, 2) teacher-directed classroom management, dan 3) a supportive collegial interaction. Dan indikator dari sebuah sekolah yang dikelola dengan baik ( a well-managed school) antara lain : 1) prestasi anak didik dan persepsi guru, 2) budaya kerja sama yang saling menguntunkan untuk mencapai harapan, 3) adanya kepercayaan satu sama lain, 4) interaksi kerja seluruh komponen, 5) adanya kerjasama/partisipasi dalam  pengembangan tujuan pembelajaran, kurikulum dan latihan/uji test.

E. PENINGKATAN PARTISIPASI GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 

Sebagaimana disampaikan oleh California Commision on Teaching Profession (1985), yang menyimpulkan hasil bahwa partisipasi dari para guru merupakan faktor kunci dari manajemen sekolah, hal tersebut didukung oleh hasil-hasil perkembangang penelitian tentang efektivitas sekolah dan bukti lapangan terkumpul dalam bidang manajemen bisnis. 

Mackenzie (1983) menyatakan bahwa sikap antusias dalam mengimplementasikan  kurikulum, akan  menjadikan kurikulum terlaksana dengan baik. Karena itu, iklim pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh partisipasi guru, dan partisapasi guru tersebut banyak memberikan perubahan besar dalam pembelajaran. Dengan bertambahnya perhatian para  guru yang memiliki konsern, menjadikan implementasi pola-pola pembelajaran baru dan pengembangan kurikulum di sekolah  menjadi lebih efektif. 

 

DAFTAR PUSTAKA

A.Qodri Azizy, 2007, Change Management dalam Reformasi Birokrasi,
            Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Fattah, Nanang, (2003), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung :
             Remaja Rosdakarya

Hanif  Nurcholis, 2007, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
           Jakarta: Grasindo.

Hikmat,Harry, 2006, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora
           Utama Press.

Keith dan Girling, Education, Management and Participation,  London :
                  Ally and Bacon

Komar, Oong, 2006, Filsafat  Pendidikan Non-Formal, Bandung : Pustaka Setia.

Kydd, Lesley, dkk., 2004, Professional Development for Educational 
                 Management, Jakarta : Grasindo.

Moekijat, 2002, Dasar-Dasar Motivasi, Bandung : Pionir Jaya.

Makmur, Syarif, 2008,  Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas
               Organisasi,  Jakarta :  Raja Grafindo Persada.

Syafarudin, 2002,  Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan
                Jakarta:  Grasindo.

Tilaar, H.A.R., 2003, Manajemen Pendidikan Nasional : Kajian Pendidikan Masa 
             Depan, Bandung : Remaja Rosdakarya.

            
             Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar