Dinas Pendidikan Jawa Barat

Dinas Pendidikan Jawa Barat

Rabu, 26 Februari 2014

HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN



HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN
Rasa ingin tahu manusia merupakan tabiat manusia yang paling hakiki. Tabiat ingin tahu manusia terhadap sesuatu tersebut didorong oleh anugerah tertinggi dari Sang Pencipta manusia yaitu Allah Yang Maha Kuasa, yang telah melengkapi manusia dengan ’akal pikiran’ . Dengan ’akal pikiran’ itu eksitensi manusia mendapat pengakuan, seperti dinyatakan oleh salah satu Ahli Filsafat Modern, Rene Descartes : ”Cogito Ergo Sum” atau ”kalau aku berpikir, maka aku ada”.

Rene Descartes
  Dengan akal pikirannya manusia dapat dibedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, dengan akal pikirannya manusia pula dapat lebih unggul dan sempurna dari makhuk ciptaan yang lain.  Dengan akal pikirannya manusia dapat menggali, mencari dan menemukan  pengetahuan untuk mengungkap kebenaran.
Burhan Bungin (2007 : 2) mengatakan :
”Sebagai produk berpikir, rasa ingin tahu tak kunjung berhenti merasuk jiwa manusia. Setelah terpenuhi suatu kebutuhan ingin tahu, timbul kebutuhan ingin tahu yang lainnya. Hal ini memaksakan  manusia terus berpikir dan terus menjawab rasa ingin tahunya. Akibatnya muncul berbagai ragam pikiran dan rasa ingin tahu dan sebagai hasilnya berkembang berbagai macam pengetahuan.”  

Selanjutnya Burhan Bungin juga mengatakan :

”Dari hasil olah pikirannya, manusia semakin mengerti tentang diri dan dunianya. Ini berarti bahwa pengetahuan tidak saja meningkatkan apresiasi manusia tentang apa yang dimauinya, tetapi juga serempak membuka mata manusia lebar-lebar terhadap berbagai kekurangnya, karena ilmu pengetahuan bukan jawaban satu-satunya  terhadap dorongan ingin tahu manusia. ”

Hal tersebut mendapatkan jawaban  dari J.S. Suriasumantri (dalam Burhan Bungin, 2007 : 2), sebagai berikut : ”Karena manusia tidak mengerti hakikat ilmu yang sebenarnya.” Sebagai makhkuk ciptaan Tuhan, manusia harus menyadari dirinya diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Sang Penciptanya saja, sehingga sesungguhnya harus dapat tampil di tengah-tengah sisi pandang ilmu pengetahuan yang tidak bertepi.
Bahkan Albert Einstein (1879-1917),  seorang teoritikus besar ilmu alam mengatakan : ”Merupakan bukti bahwa ilmu bukan satu-satunya cara mencapai apa yang dinamakan kebenaran. Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh.” Kesadaran Albert Einstein terhadap relativitas kebenaran ilmu pengetahuan telah mempertegas pemahaman manusia terhadap janji Allah mengenai derajat manusia, yaitu manusia berilmu, beramal, dan beriman.  
 
Albert Einstein
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka Burhan Bungin (2007:2) menegaskan :

”Karena kebenaran tidak hanya diperoleh dari ilmu pengetahuan saja,  yang  juga berarti bahwa ilmu pengetahuan tidak sedikit andil terhadap  kebenaran. Namun bukan jalan satu-satunya untuk itu. Masih ada jalan lain yaitu : agama, filsafat, seni dan sebagainya, adalah sejawat ilmu pengetahuan dalam menuju kebenaran.”

DAFTAR PUSTAKA

A. Wiramihardja, Sutardjo, 2007, Pengantar Filsafat (Sistematika Filsafat, Sejarah
          Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemokogi), Metafisika dan Filsafat
          Manusia, Aksiologi), Bandung: Refika Aditama.
 Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan  
           Publik, dan  Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
 Louis Leahy, 2001,  Siapakah Manusia ? (Sintesis, Filosofis tentang Manusia), 
           Pustaka Filsafat, Yogjakarta:  Kanisius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar