Dinas Pendidikan Jawa Barat

Dinas Pendidikan Jawa Barat

Selasa, 18 Februari 2014

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN MAJU DI JAWA BARAT PADA ERA OTONOMI DAERAH


 
MEWUJUDKAN PENDIDIKAN MAJU DI JAWA BARAT 
PADA ERA OTONOMI DAERAH


 A. IDE DAN PEMIKIRAN
   
Paradigma manjemen perubahan (change management) secara formal dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dilaksanakan berlandasaskan    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Dengan hadirnya kedua UU tersebut, pada tataran aplikasi, kebijakan otonomi daerah  diberlakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan salah satu asasnya desentralisasi, yang membawa perubahan secara radikal dan mendasar praktek-praktek penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan. 

Pengelolaan pendidikan di tanah air, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa senantiasa diarahkan pada  upaya  pembangunan SDM yang berkualitas, unggul dan berdaya saing global. Selanjutnya, penyelenggaraan pembangunan SDM tersebut, sesuai UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dilakukan melalui jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. 

Sesuai UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional itu pula, fungsi pendidikan nasional diarahkan  untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, dengan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawqa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab;  dapat diwujudkan.

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang disentralisasikan ke daerah (Kabupaten/Kota), sehingga secara legal telah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Kabupaten/Kota memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan menyelenggarakan pembangunan pendidikan. Pengelolaan pendidikan tidak lagi menjadi dominasi Pemerintah Pusat, namun dengan desentralisasi pendidikan, telah bergeser menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. 

Dengan paradigma otonomi daerah tersebut, maka telah membuka peluang yang sangat besar bagi masyarakat di untuk lebih meningkatkan peran dan partisipasinya dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam jalur pendidikan formal, di Kabupaten/Kota, lembaga sekolah merupakan satuan pendidikan yang  memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis. Sebagai institusi pendidikan, sekolah terdiri atas beberapa satuan pendidikan mulai dari jenjang pendikan dasar, yakni SD/MI dan SMP/MTs , atau pun  pendidikan menengah yakni  SMA/MA dan SMK. 

 Untuk mendukung penyelenggaraan peran dan partisipasinya dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Dalam rangka desentralisasi pendidikan ke Kabupaten/Kota, maka melalui Keputusan Menteri Pendidikan  No. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 telah ditetapkan pembentukan Dewan Pendidikan di Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di setiap sekolah. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, merupakan lembaga representatif ”stakeholders” pendidikan di Kabupaten/Kota dan Sekolah yang mewakili peran serta dan partisipasi masyarakat. 

 Dewan Pendidikan berkedudukan di Kabupaten/Kota, berfungsi sebagai mitra Pemerintah Kota atau Kabupaten untuk memajukan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu di Kabupaten/Kota, melalui pemberdayaan peran serta dan partisipasi stakeholders pendidikan. Sesuai dengan sistem pemerintahan daerah yang diatur menurut UU yang berlaku, maka Dewan Pendidikan juga dibentuk Provinsi, dengan peran dan fungsi yang hampir sama dengan Dewan Pendidikan di Kabupaten/Kota.  

Pada level sekolah, Komite Sekolah yang merupakan mitra Kepala Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing menjalankan fungsi-fungsi dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Penyelenggaraan Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah, bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, melalui peran serta dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam Komite Sekolah. 

Dengan adanya Komite Sekolah, diharapkan dapat dibangun kemandirian, dan otonomi sekolah dalam rangka peningkatan mutu sekolah, dengan prinsip-prinsip ’power sharing’,  profesionalisme, transparansi, akuntabilitas. Berdasarkan penyelenggaraan MBS, Kepala Sekolah secara lebih mandiri dan profesional bersama-sama para guru dapat lebih memfokuskan diri pada program-program pengembangan/peningkatan  mutu pembelajaran di sekolah (learning process); sedang Komite Sekolah, lebih memfokuskan pada program-program pemberdayaan dan penggalian sumber daya dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) untuk pengembangan/peningkatan mutu sekolah. 

            Dalam MBS, baik Kepala Sekolah, Guru, dan Karyawan Sekolah beserta  Komite Sekolah  bekerja berdasarkan pendekatana budaya mutu (quality culture), terus menerus memikirkan aspek-aspek perbaikan/peningkatan mutu yang berkelanjutan (continuous quality improvement), beserta  peningkatan mutu terpadu (total quality improvement) sekolah secara berkelanjutan, yang bermuara pada peningkatan kualitas unjuk kerja sekolah (school quality performance)


           B. GAGASAN SEBAGAI LANGKAH AKSI 
 
  1. Pada level  organizational  sekolah,  dalam rangka Penerapan  Manajemen Partisipasi dalam rangka Efektivitas Sekolah, sangat disarankan dilakukan penyusunan Rencana Aksi (Action Plan) tahunan sekolah dengan melibatkan  kepala sekolah, dan para  guru guru,  sehingga akan tumbuh  kebersamaan, budaya partisipasi dan rasa memiliki (sense of  belonging) yang tinggi terhadap penyelenggaraan  program-program sekolah.

  1. Pada level manajemen sekolah,  dalam rangka membangun  budaya sekolah dan iklim sekolah yang kondusif harus dibangun budaya komunikasi dan informasi yang intensif dan harmonis antara kepala sekolah - para guru dan para karyawan, dengan prinsip-prinsip transparasi dan akuntabilitas, melalui  pertemuan-pertemuan  yang periodik dan terjadwal, dengan agenda membicarakan upaya-upaya untuk memajukan sekolah.

  1. Pada level  operasional sekolah, sangat disarankan dilakukan program-program pendidikan dan pelatihan bagi para guru dan karyawan dengan maksud untuk  peningkatan kompetensi, pengetahuan, ketrampilan,  kemandirian serta profesionalisme para guru, dan karyawan sekolah. Di samping itu, juga dilakukan penyusunan dan pembuatan pedoman-pedoman  yang mengatur pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah, dan penggunaan sumber-sumber daya sekolah : SDM, material, keuangan, sarana-prasaran, dll.

  1. Untuk membangun dan meningkatkan  kultur mutu atau budaya mutu  dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, hendaknya pada semua level, terus menerus disosialisasikan upaya-upaya penerapan Proses Perencanaan Strategik (Strategic Planning Process) dan Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management),  pada semua aktivitas pelayanan pendidikan di sekolah.

1 komentar:

  1. Gagasan ini dapat memberikan inspirasi untuk memajukan pendidikan melaui organisasi pengelola pendidikan seperti Dinas Pendidikan di Kota dan Kabupaten di Jawa Barat dan tentunya juga di Provinsi Jawa Barat.

    BalasHapus