Secara
umum, harus diakui bahwa kondisi pendidikan di tanah air belum dapat memenuhi
apa yang menjadi harapan semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders).
Kinerja sistem pendidikan di Indonesia belum dapat dibanggakan, walau pun itu
hanya pada skala ukuran Asia. Hasil survei lembaga Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) menempatkan posisi sistem pendidikan di Indonesia adalah
terburuk di kawasan Asia. Dari 12 negara yang disurvei oleh PERC, ternyata
Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan yang terbaik, disusul
Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia, sedangkan Indonesia berada pada urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam.
Selama
ini memang telah terjadi kesenjangan
(gap) mutu pendidikan di tanah air, yang ditemukan dalam berbagai fenomena
permasalahan pendidikan. Berbagai
persoalan pendidikan banyak dikeluhan masyarakat luas yang memberi
gambaran bahwa kinerja dunia
pendidikan belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat (das sein)
Akibatnya, masyarakat menjadi bersikap pesimistik, apatis dan negatif terhadap penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional. Berbagai kesenjangan yang
berhubungan dengan aksesibilitas dan mutu pendidikan di tanah air berhubungan dengan ragam persoalan yang
menyangkut tingginya tingkat kemiskinan
pendudukan, dan tingkat pengangguran penduduk yang menyebabkan
terjadinya : (1) rendahnya tingkat aksesibiltas penduduk
miskin terhadap pendidikan bermutu, (2) tingginya akan putus sekolah dari
terutama dari masyarakat miskin, (3) rendahnya mutu dan relevansi antara output
pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, (4) rendahnya daya saing dan keunggulan mutu lulusan pendidikan nasional di pasar
kerja global. (5) produk pendidikan yang memberikan kontribusi pada tingginya
angka persoalan sosial yang mengganggu ketertiban/keamanan di masyarakat
(seperti kasus anak jalanan, kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba/HIV,
kriminaltas, dll), (6) produk pendidikan
yang kehilangan pada nilai-nilai jati diri, karakter, budaya dan wawasan
kebangsaan.
Menjadi
tugas dan peran negara melalui
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan maju yang mendorong
terwujudnya SDM yang unggul dan berdaya
saing, agar mampu berkompetisi dalam lingkungan masyarakat global. Dimensi
pengembangan SDM telah menjadi bagian dari cita-cita atau tujuan (goals) bangsa Indonesia, sebagaimana
dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yakni : di antaranya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan mempertimbangkan beberap hal tersebut maka ditetapkan Visi Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2025 : ”Insan Indonesia Cerdas Kompetitif Tahun 2025”, melalui penyelenggaraan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003, dengan menggunakan 3 (tiga) strategi pembangunan sebagai pilar, yaitu : (1) Investasi Akses, (2) Peningkatan Mutu, Relevansi dann Daya Saing, (3) Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik. Penyelanggaraan Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional tersebut dilaksanakan pada setiap jalur, jenjang dan satuan pendidikan, melalui berbagai program dan kegiatan pembangunan pendidikan.
Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Jawa Barat menjelaskan dalam
visi jangka panjang pembangunan Jawa
Barat 2005-2025 yakni : “Dengan Iman dan
Taqwa Provinsi Jawa Barat Termaju Di Indonesia“. Secara bertahap menuju
pencapaian visi tersebut telah ditempuh rangkaian tahapan pembangunan Provinsi
Jawa Barat, yakni Tahap I, Periode 2005-2008 yang disebut Tahapan Penataan dan Persiapan Pranata
Pendukung Melalui Kualitas SDM; Tahap II, Periode 2008-2013 yang disebut
Tahapan Penyiapan Kemandirian Masyarakat Jawa Barat dan pada saat ini telah
memasuki Tahap III, Periode 2013-2018 yang disebut Tahapan Memantapkan
Pembangunan Secara Menyeluruh. Pada Tahap III periode 2013-2018 telah
dirumuskan Visi Pembangunan Jawa Barat Tahun 2013-2018 yaitu “Jawa Barat Maju
dan Sejahtera Untuk Semua”.
Dalam
rangka mencapai visi pembangunan Jawa
Barat tersebut, maka misi pertama yang telah dirumuskan adalah Membangun
Masyarakat Yang Berkualitas dan Berdaya Saing. Kebijakan strategis yang ditempuh dalam rangka
mewujudkan misi pertama tersebut antara lain :
1) Peningkatan kualitas dan daya saing
masyarakat Jawa Barat melalui pendidikan yang unggul, terjangkau, merata dan
terbuka; 2) Pelayanan kesehatan bagi semua dan revitalisasi infrastruktur
kesehatan; 3) Peningkatan kemandirian masyarakat melalui pemenuhan dan
perlindungan terhadap kebutuhan dasar dan hak dasar manusia; dan 4) Pengokohan
ketahanan keluarga sebagai basis ketahanan sosial.
Berdaraskan
kebijakan strategi Peningkatan kualitas dan daya saing masyarakat Jawa Barat
melalui pendidikan yang unggul, terjangkau, merata dan terbuka maka salah
satu program pembangunan pendidikan di
Jawa Barat yang telah dirancang di antaranya adalah : Peningkatan dan perluasan sarana dan kapasitas pendidikan
dasar, menengah dan tinggi yang disertai dengan program alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBD yang lebih efektif,
program peningkatan kesejahteraan guru
dan didukung program pendidikan gratis pada jenjang SD, SMP dan SMA/SMA/MA/SMK.
Di samping itu harus diteruskan
paradigma penyelenggaran pembangunan pendidikan di Jawa Barat yang telah dilaksanakan
selama ini dengan dengan lebih melibatkan peran dan partisipasi masyarakat, dan
Daerah (Kabupaten/Kota).
Penyelenggaraan
pembangunan pendidikan di tanah air diharapkan
dapat menjawab berbagai kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia pada
saat ini dan ke depan. Pendidikan diharapkan dapat menciptakan keunggulan dan daya saing bangsa menghadapi
globalisasi, serta dapat memenuhi tuntuan proses demokratisasi dan reformasi
penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralisasi. Pada era desentralisasi diharapkan
pembangunan pendidikan semakin dapat
mewujudkan penyelenggaraan
layanan pendidikan yang bermutu kepada
masyarakat di Daerah, sesuai asas-asas
penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian pembangunan pendidikan akan
dapat menjadi ”a good public policy ” pada era Otonomi Daerah.
Dalam
rangka Otonomi Daerah sebagaimana diatur melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah menerbitkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dalam rangka mengatur pembagian kewenangan
dalam rangka desenstralisasi. Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa urusan
pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara
tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. PP No. 38 Tahun 2007 pada Pasal 2 ayat (5) menjelaskan bahwa bidang
pendidikan yang menjadi salah satu bidang yang dibagi bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dalam
rangka penyelenggaraan satuan pendidikan, maka setiap satuan pendidikan di
Daerah, diharuskan memenuhi kebutuhan minimun terhadap 8 (delapan) komponen
standar nasional pendidikan sebagaimana
diatur dalam PP No. 32 Tahun 2013, yang mencakup : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar
kompetensi lulusan, (4) standar tenaga
pendidikan dan kependidikan, (5) standar
sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8)
standar penilaian pendidikan. Karena itulah, maka Provinsi Jawa Barat dalam
rangka penyelenggaraan satuan pendidikan yang bermutu maka secara bertahap di Jawa Barat, sesuai dengan
urusan kewenangan Provinsi yang telah di
atur dalam PP No. 38 Tahun 2007, maka pada tahun 2009 berupaya melakukan
pemenuhan terhadap standar sarana dan prasarana pendidikan pada semua jenjang
satuan pendidikan.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, mulai tahun 2013 dalam rangka Program Pendidikan Menengah Universal
(PMU), telah meluncurkan Program Bantuan Operasional Sekolah Menengah di
seluruh Indonesia. Program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) ini adalah program utama dari perwujudan program
PMU, dengan maksud memberikan bantuan kepada sekolah untuk
memenuhi biaya operasional; sekolah dalam rangka memberikan layanan pendidikan
yang terjangkau dan bermutu.
Untuk
mendukung program BOS Pusat pada sekolah menengah di atas, maka Pemerintah
Provinsi Jawa Barat pada tahun anggaran 2013
menyelenggarakan pemberian Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) Dikmen langsung
kepada Sekolah-sekolah, dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 32 Tahun 2011. yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 39 Tahun 2011, tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu,
Hibah langsung kepada Sekolah-sekolah di Jawa Barat terntunya dimaksudkan sebagai upaya untuk semakin mendorong
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan pemenuhan terhadap
ketentuan-ketentuan pendanaan
pendidikan, sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003, dan secara khusus
dalam PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Secara khusus pada jenjang SMA/MA/SMK, pemberian Hibah langsung ke sekolah-sekolah dilakukan
melalui Kegiatan Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA/MA/SMK
Provinsi Tahun 2013, sebagai pelengkap BOS SMA/MA/SMK Pusat Tahun 2013, guna
membantu sekolah-sekolah memenuhi biaya operasional sekolah. Dalam rangka membangun koordinasi dan
sinergitas pelaksanaan Kegiatan Pemberian Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) SMA/MA/SMK Provinsi Tahun 2013, dengan Pemerintah Pusat,
kabupaten/kota di seluruh Provinsi Jawa
Barat, dan sekolah; dengan tetap memperhatian prinsip-prinsip penyelenggaraan
otonomi daerah, dan tetap memperhatikan azas-azas tertib admistrasi, efektif,
efisien, transparan dan akuntabel, kepatutan dan saling percaya (mutual
trust) maka Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyusun
sebuah “Pedoman Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) SMA/MA/SMK Provinsi Jawa Barat Tahun 2013”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar